Membaca Hikmah di Balik Gelap
Dalam falsafah Jawa, malam bukan sekadar batas antara hari dan hari. Malam adalah guru yang diam, guru yang halus, yang mengajarkan tanpa suara. Ketika dunia meredup dan kesibukan mulai surut, malam membuka pintunya bagi siapa saja yang ingin belajar—bukan tentang dunia luar, tapi tentang diri sendiri.
"Malam tidak berkata-kata, tapi selalu mengajarkan arti kesunyian."
Sunyi Bukan Kosong
Orang Jawa percaya bahwa sunyi bukanlah kekosongan, melainkan ruang penuh makna. Dalam keheningan malam, suara batin terdengar lebih jelas. Kita mulai menyadari betapa gaduhnya pikiran di siang hari, betapa sering kita lupa mendengarkan suara hati sendiri. Malam memberi kita kesempatan untuk menyimak, bukan hanya mendengar.
“Sing bisa nyawang pepeteng, bakal ngerti padhange.”
Siapa yang bisa memahami kegelapan, akan mengenal cahaya.
Menemukan Diri Lewat Tirakat
Para leluhur menjalani tirakat di malam hari bukan karena mistik semata, tapi karena sadar bahwa malam adalah waktu terbaik untuk menundukkan ego. Melek malam, wirid, tapa brata, atau sekadar duduk diam dalam kontemplasi adalah bentuk laku untuk menyelami kedalaman jiwa. Dalam proses itu, seseorang mulai mengenali siapa dirinya sebenarnya – bukan nama, jabatan, atau status, tapi sangkan paraning dumadi.
Guru yang Tidak Memaksa
Berbeda dengan guru duniawi yang mengajar dengan kata dan tuntutan, malam mengajar lewat rasa dan keikhlasan. Ia tidak pernah memaksa, tapi selalu hadir bagi siapa saja yang mau datang. Ia tidak menuntut jawaban, tapi memberi pertanyaan yang membuka kesadaran.
Malam mengajarkan:
-
Kesabaran, karena ia sabar menunggu fajar.
-
Keikhlasan, karena ia tidak meminta tepuk tangan.
-
Ketekunan, karena ia hadir setiap hari tanpa mengeluh.
Saatnya Berhenti Mengejar, Mulai Mendengar
Kita sering mengejar banyak hal di siang hari: uang, pujian, pencapaian. Tapi malam mengajarkan kita untuk berhenti sejenak. Ia mengajak kita duduk, hening, dan mendengar apa yang sesungguhnya kita butuhkan. Bukan dari luar, tapi dari dalam.
Dalam sunyi malam, kita bisa bertanya:
-
Apakah aku sudah hidup dengan jujur?
-
Apakah aku masih mengenal diriku sendiri?
-
Apakah aku sedang mendekat pada cahaya, atau justru tersesat dalam gemerlap dunia?
Belajar dari yang Tak Terlihat
Malam adalah guru yang tak terlihat tapi sangat terasa. Ia tidak memerlukan papan tulis atau suara lantang. Cukup dengan keheningan dan kesiapan hati, malam mampu membuka mata batin, memperhalus rasa, dan menuntun kita menuju jati diri sejati.
Maka jangan buru-buru melewati malam hanya untuk tidur. Sisihkan waktu untuk duduk, diam, dan menyimak. Sebab dalam diam malam, mungkin Tuhan sedang berbisik lembut kepada hatimu.
Tahta Mataram adalah Lembaga Pendidikan Ilmu Spiritual dan Olah Raga Pernapasan yang sah memiliki Badan Hukum dengan Akta Pendirian No.: 012/25/IV/2008,dan terdaftar di Pengadilan Negeri No.: 09/2008/PN.SKH. serta bernaung dibawah Yayasan Padepokan Lindu Aji Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MENKUMHAM) No. AHU-1674.AH.01.04.dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP): 02.782.246.9-532.000.Memiliki 216 Cabang dan Divisi yang berada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta memiliki Anggota di Manca Negara yang meliputi Brunei, Malaysia, Singapore, Spanyol, Mesir, Amerika dan Portugal.Tujuan Pendidikan Lembaga Tahta Mataram:Ikut serta Mendidik Generasi Bangsa yang mempunyai mental Tangguh, Ramah dan Berbudi Pekerti Luhur.Mendidik Generasi Muda agar memiliki kecintaan terhadap budaya bangsa dan negara Indonesia.Menciptakan Generasi Penerus Bangsa yang memiliki Daya Cipta yang tinggi serta mampu mengembangkan Potensi Diri dengan berbagai kemampuannya.Mendidik Mental Spiritual Bangsa agar tidak tersesat dalam kesesatan akal fikir manusia.Memberikan pemahaman rasa Persatuan dan Persaudaraan guna menciptakan Kedamaian dan Kerukunan sesama.